Cyber
Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber
Law juga didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan
teknologi informasi).
Ruang lingkup dari
Cyber Law meliputi hak cipta, merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses
Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi,
Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi, perampokan, perlindungan konsumen
dan lain-lain.
Amerika
Serikat merupakan negara yang telah memiliki banyak perangkat hukum yang
mengatur dan menentukan perkembangan Cyber Law.
1. Cyber Law di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur
transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic
Transaction Act (UETA). UETA diadopsi
oleh National Conference of Commissioners on Uniform
State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika
adalah sebagai berikut:
•
Electronic
Signatures in Global and National Commerce Act
•
Uniform
Electronic Transaction Act
•
Uniform
Computer Information Transaction Act
•
Government
Paperwork Elimination Act
•
Electronic
Communication Privacy Act
•
Privacy
Protection Act
•
Fair
Credit Reporting Act
•
Right
to Financial Privacy Act
•
Computer
Fraud and Abuse Act
•
Anti-cyber
squatting consumer protection Act
•
Child
online protection Act
•
Children’s
online privacy protection Act
•
Economic
espionage Act
•
“No
Electronic Theft” Act
Cyber Law yang mengatur transaksi
elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA
adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang
diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws
(NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia,
Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke
dalam hukum mereka sendiri. Tujuan
menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum Negara bagian yag berbeda
atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik
sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang
layak.
UETA 1999 membahas diantaranya
mengenai :
· Pasal
5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
· Pasal
7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan
·
kontrak
elektronik.
·
Pasal
8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
· Pasal
9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan
elektronik.
· Pasal
10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen
· elektronik
terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
· Pasal
11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan
cap/segel.
· Pasal 12 :menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan
dokumen elektronik.
· Pasal
13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat
dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
·
Pasal
14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.
· Pasal
15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen
elektronik.
·
Pasal
16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
2. Cyber Law di Singapore
Cyber Law di Singapore, antara lain:
•
Electronic
Transaction Act
•
IPR
Act
•
Computer
Misuse Act
•
Broadcasting
Authority Act
•
Public
Entertainment Act
•
Banking
Act
•
Internet
Code of Practice
•
Evidence
Act (Amendment)
•
Unfair
Contract Terms Act
The Electronic Transactions Act (ETA)
1998
ETA sebagai pengatur otoritas
sertifikasi. Singapore mempunyai misi untuk menjadi poros / pusat kegiatan
perdagangan elektronik internasional, di mana transaksi perdagangan yang
elektronik dari daerah dan di seluruh bumi diproses.
The Electronic Transactions Act telah
ditetapkan tgl.10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang
undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang
memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan
mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Tujuan dibuatnya ETA :
•
Memudahkan
komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
•
Memudahkan
perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang
tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan
dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan
menjamin /mengamankan perdagangan elektronik;
•
Memudahkan
penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan menurut
undang-undang, dan untuk mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor
pemerintah atas bantuan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
•
Meminimalkan
timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja
dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
•
Membantu
menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas
dari arsip elektronik; dan
•
Mempromosikan
kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik,
dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui
penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas
surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Pada dasarnya Muatan ETA mencakup,
sbb:
•
Kontrak
Elektronik
Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar
dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian
hukum.
•
Kewajiban
Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi /
kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau
informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah
Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
•
Tandatangan
dan Arsip elektronik
Bagaimanapun hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak
semua hal/bukti dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Singapore.
Langkah yang diambil oleh Singapore
untuk membuat ETA inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya bisnis
e-commerce di Singapore dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis
e-commerce tidak berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum yang dapat
meyakinkan masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman seperi di
negara Singapore.
3. Cyber Law di Malaysia
komputer sebagai diekstrak dari
“penjelasan Pernyataan” dari CCA 1997 :
a) Berusaha untuk membuat suatu
pelanggaran hukum bagi setiap orang untuk menyebabkan komputer untuk melakukan
apapun fungsi dengan maksud untuk mendapatkan akses tidak sah ke komputer mana
materi.
b) Berusaha untuk membuatnya menjadi
pelanggaran lebih lanjut jika ada orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam item (a) dengan maksud untuk melakukan penipuan, ketidakjujuran
atau menyebabkan cedera seperti yang didefinisikan dalam KUHP Kode.
c) Berusaha untuk membuat suatu
pelanggaran bagi setiap orang untuk menyebabkan modifikasi yang tidak sah dari
isi dari komputer manapun.
d) Berusaha untuk menyediakan bagi
pelanggaran dan hukuman bagi komunikasi yang salah nomor, kode, sandi atau cara
lain untuk akses ke komputer.
e) Berusaha untuk menyediakan untuk
pelanggaran-pelanggaran dan hukuman bagi abetments dan upaya dalam komisi
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada butir (a), (b), (c) dan (d) di atas.
berlaku didasarkan pada sembilan
prinsip-prinsip perlindungan data yaitu :
•
Cara
pengumpulan data pribadi
•
Tujuan
pengumpulan data pribadi
•
Penggunaan
data pribadi
•
Pengungkapan
data pribadi
•
Akurasi
dari data pribadi
•
Jangka
waktu penyimpanan data pribadi
•
Akses
ke dan koreksi data pribadi
•
Keamanan
data pribadi
•
Informasi
yang tersedia secara umum
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
·
Digital
Signature Act
·
Computer
Crimes Act
·
Communications
and Multimedia Act
·
Telemedicine
Act
·
Copyright
Amendment Act
·
Personal
Data Protection Legislation (Proposed)
·
Internal
security Act (ISA)
·
Films
censorship Act
4. Cyber Law di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai
undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam
dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini,
membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila
melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27
ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE
(Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs
porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara
mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi
didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit
yang
mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di
atas, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan
undang-undang ite. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
· Tanda
tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
• Alat
bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU
ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada
di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan
Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan
yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
·
Pasal
27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
·
Pasal
28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
·
Pasal
29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
·
Pasal
30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
·
Pasal
31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
·
Pasal
32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
·
Pasal
33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
·
Pasal
35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
(1) Cyber Law di Negara lainnya
Hongkong:
·
Electronic
Transaction Ordinance
·
Anti-Spam
Code of Practices
·
Code
of Practices on the Identity Card Number and Other Personal Identifiers
·
Computer
information systems internet secrecy administrative regulations
·
Personal
data (privacy) ordinance
·
Control
of obscene and indecent article ordinance
Philipina:
·
Electronic
Commerce Act
·
Cyber
Promotion Act
·
Anti-Wiretapping
Act
Australia:
·
Digital
Transaction Act
·
Privacy
Act
·
Crimes
Act
·
Broadcasting
Services Amendment (online services) Ac
UK:
·
Computer
Misuse Act
·
Defamation
Act
·
Unfair
contract terms Act
·
IPR
(Trademarks, Copyright, Design and Patents Act)
South
Korea:
·
Act
on the protection of personal information managed by public agencies
·
Communications
privacy act
·
Electronic
commerce basic law
·
Electronic
communications business law
·
Law
on computer network expansion and use promotion
·
Law
on trade administration automation
LINGKUP HAK CIPTA UU NO.19 TAHUN 2002
Fungsi
dan Sifat Hak Cipta
Pasal
2
1)
Hak
Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
2)
Pencipta
dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal
3
(1)
Hak
Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
(2)
Hak
Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Pasal
4
(1)
Hak
Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut
tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2)
Hak
Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut
tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Pencipta
Pasal
5
(1)
Kecuali
terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a. orang yang namanya terdaftar dalam
Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal;atau
b. orang yang namanya disebut dalam
Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
(2)
Kecuali
terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan
tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap
sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal
6
Jika
suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua
orang atau
lebih,
yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian
seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai
Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing
atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal
7
Jika
suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain
di
bawah
pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang
merancang
Ciptaan itu.
Pasal
8
(1)
Jika
suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak
yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian
lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan
Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang
dilakukan dalam hubungan dinas.
(3)
Jika
suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap
sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara
kedua pihak.
Pasal
9
Jika
suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut
seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya,
kecuali jika terbukti sebaliknya.
Hak
Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Pasal
10
(1)
Negara
memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
(2)
Negara
memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan
karya seni lainnya.
(3)
Untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus
terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
11
(1)
Jika
suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan,
Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan
tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2)
Jika
suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada
Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran
Penc iptanya, penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan
Penciptanya.
(3)
Jika
suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau penerbitnya, Negara memegang Hak
Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
Ciptaan
yang Dilindungi
Pasal
12
(1)
Dalam
Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
b. dan semua hasil karya tulis lain;
c. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan
lain yang sejenis dengan itu;
d. alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa
teks;
f.
drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
g. seni rupa dalam segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
h. pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan;
i.
arsitektur;
j.
peta;
k. seni batik;
l.
fotografi;
m. sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, database, dan karya lain dari hasil
o. pengalihwujudan.
(2)
Ciptaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3)
Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum
diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan
Perbanyakan hasil karya itu.
Pasal
13
a.
Tidak
ada Hak Cipta atas:
b.
hasil
rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
c.
peraturan
perundang-undangan;
d.
pidato
kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
e.
putusan
pengadilan atau penetapan hakim; atau
f.
keputusan
badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Adapun prosedur pendaftaran yang diberlakukan
oleh Dirjen HAKI adalah sebagai berikut :
(1)
Permohonan
Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan, dalam Bahasa Indonesia yang kemudian diketik rangkap 4 (empat).
(2)
Dalam
proses pendaftaran paten ini, pemohon juga wajib melampirkan hal-hal sebagai
berikut :
(3)
Surat
Kuasa Khusus, apabila permohonan pendaftaran paten diajukan melalui konsultan
Paten terdaftar selaku kuasa;
·
Surat
pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;
·
Deskripsi,
klaim, abstrak serta gambar (apabila ada) masing-masing rangkap 3 (tiga);
·
Bukti
Prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam bahasa Indonesia rangkap 4
(empat) (apabila diajukan dengan Hak Prioritas);
·
Terjemahan
uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam
bahasa asing selain bahasa Inggris, dibuat dalam rangkap 2 (dua);
· Bukti
pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp. 575.000,- (lima ratus tujuh puluh
lima ribu rupiah); dan Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual,
Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
·
Bukti
pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000,- (seratus dua
puluh lima ribu rupiah) dan untuk pemeriksaan substantif Paten Sederhana
sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah);
· Tambahan
biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 (sepuluh) klaim: Rp. 40.000,- (empat
puluh ribu rupiah) per klaim.
1.
Penulisan
deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana dimaksud diatas ditentukan
sebagai berikut :
·
Setiap
lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang boleh dipergunakan untuk
penulisan dan gambar;
·
Deskripsi,
klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau yang sejenis yang terpisah
dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm ) dengan berat minimum 80 gram dengan batas :
dari pinggir atas 2 cm, dari pinggir bawah 2 cm, dari pinggir kiri 2,5 cm, dan
dari pinggir kanan 2cm; Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual,
Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
·
Kertas
A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat dan pemakaiannya
dilakukan dengan menempatkan sisinya yang pendek di bagian atas dan bawah
(kecuali dipergunakan untuk gambar);
·
Setiap
lembar deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut angka Arab pada bagian
tengah atas;
·
Pada
setiap lima baris pengetikan baris uraian dan klaim, harus diberi nomor baris
dan setiap halaman baru merupakan permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di
sebelah kiri uraian atau klaim;Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik
Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
·
Pengetikan
harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner) warna hitam, dengan ukuran
antar baris 1,5 spasi, dengan huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21
cm;
·
Tanda-tanda
dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda tertentu dapat ditulis dengan tangan
atau dilukis;
·
Gambar
harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas gambar putih ukuran A-4 dengan
berat minimum 100 gram yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut : dari
pinggir atas 2,5 cm, dari pinggir bawah 1 cm, dari pinggir kiri 2,5 cm, dan
dari pinggir kanan 1 cm;
·
Seluruh
dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-lembar kertas utuh, tidak boleh
dalam keadaan tersobek, terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;
·
Setiap
istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim, abstrak dan gambar harus
konsisten antara satu dengan lainnya. Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik
Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
2.
Permohonan
pemeriksaan substantif diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah
disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dengan melampirkan bukti pembayaran
biaya permohonan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Dan
berdasarkan penjelasan diatas, setelah terdaftarnya hak paten atas nama
inventornya, maka menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemegang paten, dan hak
eksklusif yang akan diperoleh pemegang paten adalah hak untuk melaksanakan
sendiri hak paten yang dimilikinya, memberikan hak lebih lanjut kepada orang
lain dan hak untuk melarang orang lain untuk melaksanakan patennya tanpa adanya
persetujuan dari pemegang paten.
Demikian
Prosedur Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Intelektual ( HaKI ) , Hak Paten, Hak
Cipta, Merek. ini hanyalah gambaran deskripsi Prosedur Pendaftaran Hak Atas
Kekayaan Intelektual ( HaKI ) , Hak Paten, Hak Cipta, Merek. Jadi bukan sebagai
acuan nominal rupiah yang menjadi patokan.
Pada UU No. 36 Tentang Telekomunikasi
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal
3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung
kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa.
PENYIDIKAN
Pasal
44
(1)
Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2)
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi:
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang
dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang menyimpangdari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan pemeriksaan alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak
pidana di bidang telekomunikasi.
f.
menggeledah
tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
g. menyegel dan/atau menyita alat
dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan
dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i.
mengadakan
penghentian penyidikan.
(3)
Kewenangan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal
45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal
21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat
(2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal
46
(1)
Sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin
(2)
Pencabutan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis.
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
51
Penyelenggara
komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal
52
Barang
siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
53
(1)
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau
Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun
dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2)
Apabila
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
54
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau
Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal
55
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
56
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
58
Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara
dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
59
Perbuataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal
52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
Dari
semua pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa
undang-undang no 36 tidak mempunyai keterbatasan jadi siapa saja boleh
mengirimkan dan menerima segala bentuk informasi dan dalam hal
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dunia telkomunikasi diatur pada pasal
22 dengan itu masyarakat dapat menikmati telekomunikasi dengan baik dan nyaman.
Daftar
Pustaka :